Sistem Pemerintahan Hindia Belanda dan Kedudukan Afdeeling Loemadjang

RM Singowigoeno: Patih Zelfstandig Afdeeling Loemadjang (Dok. RHK RM Singowigoeno)

Pada tanggal 18 September 1811 adalah dimulainya kekuasan Inggris di Hindia Belanda (Indonesia). Gubernur Jenderal Inggris mengangkat sebagai penguasa resmi di Indonesia dan berkedudukan di Batavia (Jakarta).

Pada masa pemerintahan Raffles, pulau Jawa kawasan pesisir utara dibagi menjadi 16 wilayah, yaitu Banten, Batavia, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Kedu, Jipang - Grobogan, Jepara, Rembang, Gresik, Surabaya, Pasuruan, Besuki, Banyuwangi, dan Madura.

Adapun untuk daerah pedalaman di Jawa yang terdiri atas wilayah Vorstenlanden (daerah kekuasaan raja) meliputi Kasunanan Surakarta, Praja Mangkunegaran dan Kasultanan Yogyakarta.

Pulau Jawa juga dibagi atas 17 wilayah karesidenan yang masing-masing wilayahnya dipimpin oleh seorang Resident yang berkebangsaan Eropa. Setiap karesidenan dibagi atas kabupaten yang dipimpin oleh seorang Bupati. Dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari Bupati dibantu oleh seorang Patih yang bertugas mengawasi kepala teritorial yang lebih rendah seperti Wedana dan Asisten Wedana.

Pada sistem kepegawaian pemerintahan pribumi terdapat Mantri (orang yang melaksanakan tugas khusus), Penghulu (orang yang bertugas dalam urusan keagamaan), dan Jaksa (orang yang bertugas dalam urusan hukum dan pajak).

Berdasarkan konvensi di London tahun 1814, Inggris harus menyerahkan kekuasaan atas Hindia Belanda kepada Kerajaan Belanda tanggal 11 Desember 1816, namun saat setelah peralihan kekuasaan dari penguasa Inggris ke penguasa Belanda sempat terjadi kekacauan pada susunan pemerintahan di Hindia Belanda.

Organisasi pemerintahan daerah luar Jawa secara administratif tidak terurus dengan baik, namun susunan administrasi pemerintahan saat Thomas Stamford Raffles berkuasa masih dipertahankan khususnya di Jawa yaitu residen, kabupaten, distrik dan desa.

Undang-Undang Dasar (Gronwet) Belanda tanggal 29 Maret tahun 1814 memuat ketentuan, bahwa pucuk pimpinan pemerintahan daerah-daerah jajahan dipegang oleh Raja Belanda dan mempunyai kekuasaan penuh untuk memerintah daerah jajahan. Dalam undang-undang ini Parlemen Belanda (Staten Generale) tidak diberi hak/kekuasaan untuk ikut campur tangan dalam urusan daerah jajahan.

Dalam rangka menjalankan kekuasannya di daerah jajahan, Kerajaan Belanda memberlakukan Regeering Reglement (RR) tanggal 13 Januari tahun 1815 tentang Reglement op het van de regeering het justitie wezen, de kultuur en den handel in‘slands Aziatische bezittingen, yaitu undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan, susunan pengadilan, pertanian, dan perdagangan daerah jajahan di Asia.