Eskapisme Politik Dalam Kebuntuan Komunikasi Koalisi Besar

Ilustrasi. Foto: Stefano Oppo/baseimage

Sistem Politik Indonesia yang Ambigu

Indonesia merupakan Negara yang menganut mahzab presidensil dalam pemerintahannya. Di sistem tersebut jabatan presiden terspisah dengan badan legeslatif atau dengan kata lain kekuasaan presiden diluar pengawasan langusng dari lembaga legislatif.

Sehingga, sistem pemerintahan presidensil menjadikan presiden tidak hanya menjadi kepala negara, tapi juga kepala pemerintahan. Artinya, kekuasaan presiden dalam sistem presidensial haruslah kuat dan mutlak. Faktanya sistem pemerintahan semacam ini bertentangan dengan sistem politik kita yang multipartai.

Banyaknya partai politik yang ikut serta dalam pemilu dan adanya presidential treshold 20-25% memungkinkan terjadinya koalisi dalam proses pemenangan politik.

Padahal secara konseptual sistem presidensial melarang adanya koalisi agar kekuasaan eksekutif tidak rentan dengan pertentangan kepentingan politik partai yang justru menghambat jalannya agenda pemerintahan.

Belum lagi perbedaan kondisi partai pemenang eksekutif dan legeslatif yang berbeda, alih-alih menimbulkan pola check and balance, relasi antara eksekutif dan legeslatif justru syarat dengan konflik politik primordial.

Hal ini bisa terlihat bagaimana upaya pemerintah untuk membuat kebijakan yang berkaitan dengan masalah kehidupan berbangsa dan bernegara banyak mengalami kesulitan sebut saja soal RUU Perampasan Aset Koruptor yang macet sampai saat ini.

Akhirnya, yang terjadi adalah  silang kawin sistem pemerintahan dan politik kita menimbulkan polarisasi dan fragmentasi yang kuat bagi kekuasaan lembaga negara, tentu sistem ini gagal memberikan sumbangan terhadap perbaikan Negara.