Eskapisme Politik Dalam Kebuntuan Komunikasi Koalisi Besar

Ilustrasi. Foto: Stefano Oppo/baseimage

Beberapa Kemungkinan yang Ada

Belum lagi, variabel PDIP sebagai partai pemenang 2 periode tentu akan berat jika harus disetir oleh pola permainan Airlangga. Secara psikologi elektoral, kondisi ini kemungkinan menguntungkan bagi koalisi Nasdem, Demokrat dan PKS yang adem ayem saat ini dengan sosok capresnya Anies Baswedan.

Akhirnya, kita bisa melihat parpol ini tersandera dengan sistem politik yang ambigu. Kemungkinan proses lobi-lobi politik yang terjadi jika berhasilpun adalah upaya-upaya untuk melanggengkan jatah kekuasaan mengelola APBN Negara.

Kita tidak melihat satu gestur politik yang menegaskan kerelaan dari partai politik untuk fokus pada kepentingan masyarakat lebih utama dari pada kepentingan kekuasaan.

Yang terjadi seolah-olah partai politik koalisi kebangsaan saling intai dan terus menunggu sinyal kekuasaan hanya karena takut kehilangan afiliasi dengan kekuasaan.

Hal ini terbukti dengan sering lalu-lalangnya partai pencetus koalisi kebangsaan ke istana untuk berdialog dengan Jokowi. Ia menjadi kunci suksesi koalisi kebangsaan karena memang PDIP dengan ego primodialnya sangatlah besar untuk menolak bergabung dengan Koalisi Kebangsaan.

Hanya jokowi yang mampu menengahi ambisi politik PDIP dan Koalisi Kebangsaan untuk tetap menjaga aura kekuasaan di masing-masing partai politik yang tergabung dalam koalisi.

Megawati tidak mungkin mengorbankan Puan Maharani untuk dijadikan second choice dikedudukan Cawapres pasti inginnya adalah Capres.