Menengok Kembali Sejarah Tari Topeng Kaliwungu di Momen Hari Tari Sedunia 2023

Didik Nini Thowok, maestro tari internasional menari Topeng Kaliwungu di prosesi Harjalu 2022. Foto: Visit Lumajang/Galih Arto

Filosofi Topeng Kaliwungu sebagai Makna Berani Karena Benar

"Karena bagi kami, kesenian ini memberikan kita semangat untuk merepresentasikan orang Lumajang yang bisa berani karena benar, tidak pernah lelah atau putus asa," ungkap Windy kepada Visit Lumajang.

Filosofi ini sendiri dipelajarinya dari sosok Pak Senemo, yang mempopulerkan Topeng Kaliwungu di Lumajang. Meskipun sempat mengalami kemunduran, kesenian ini terus hidup karena upaya para seniman dan Pemkab Lumajang.

"Mungkin dulu sempat dianggap tidak mungkin bisa terus menghidupkan seni tari ini, tapi nyatanya sekarang bisa terus hidup, bahkan bisa lebih pesat lagi, jika kita tidak putus asa," imbuh guru SMAN 1 Lumajang ini.

Menurutnya, tari Topeng Kaliwungu bahkan bisa dikenal dunia atas kerjasama segenap elemen, dengan catatan seluruhnya harus open minded, karena seni budaya bisa terus hidup dengan dukungan masyarakat sebagai penyangganya.

"Termasuk kesenian, juga harus menyesuaikan zamannya, tapi tetap dengan identitas diri kita sendiri. Semakin lokal juga bisa semakin global asal kita tidak kehilangan identitas," ungkapnya.

Kesenian tradisional khas Lumajang sebagai produk estetis simbolis masyarakat yang berakar pada pengalaman sosio-kultural-religius, dengan kearifan lokal yang sarat keragaman serta dinamika.

Dari peringatan Hari Tari Sedunia sebagai pendukung kerja kesenian, banyak orang mulai menyadari, betapa nilai bentuk tarian dari komunitas tari untuk mempromosikan karyanya pada skala yang lebih besar.